Cara menghitung pajak penghasilan dimulai dengan memahami konsep PTKP atau Penghasilan Tidak Kena Pajak.
PTKP adalah batas penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak oleh pemerintah. Sebagai dasar perhitungan PPh 21, PTKP sangat penting dalam menentukan jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.
Pada tahun 2023, pemerintah menerapkan aturan PTKP yang baru dengan tujuan mengurangi defisit anggaran dan meningkatkan rasio pajak. Kebijakan fiskal ini menjadi salah satu langkah pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut.
Sejak pertama kali diatur dalam peraturan PPh pada tahun 1983, PTKP sudah mengalami revisi sebanyak delapan kali. Salah satu kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2005, dengan PTKP yang ditetapkan sebesar Rp12 juta.
Dalam beberapa tahun terakhir, penyesuaian PTKP juga cukup signifikan, seperti pada tahun 2013, 2015, dan 2016. Kenaikan pada 2013 mencapai 53,4%, dari Rp15,84 juta menjadi Rp24,3 juta.
Pada 2015, PTKP naik 48,14% menjadi Rp36 juta, dan pada 2016, kembali naik 50% menjadi Rp54 juta, yang masih berlaku hingga saat ini. Cara menghitung pajak penghasilan dengan menggunakan PTKP ini tentu sangat bergantung pada besaran PTKP yang berlaku.
Apa Itu Pajak Penghasilan?
Pajak penghasilan pada awalnya dikenakan pada perusahaan perkebunan yang banyak tersebar di Indonesia.
Namun, saat ini, pajak penghasilan (PPh) diterapkan pada semua jenis penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Penghasilan yang dimaksud mencakup berbagai sumber, seperti usaha, gaji, hadiah, honorarium, dan lain-lain.
Dasar hukum dari PPh ini adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Seiring berjalannya waktu, undang-undang tersebut telah mengalami empat kali perubahan, yaitu:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 yang merupakan perubahan pertama atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan.
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan.
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 yang merupakan perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan.
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan.
Selain itu, ketentuan terbaru mengenai PPh telah diperbarui dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 17 ayat (1) UU HPP, besaran tarif pajak yang berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (PPh 21) adalah sebagai berikut:
- 5% untuk penghasilan tahunan sampai dengan Rp 60.000.000.
- 15% untuk penghasilan di atas Rp 60.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000.
- 25% untuk penghasilan di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000.
- 30% untuk penghasilan di atas Rp 500.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000.000.
- 35% untuk penghasilan di atas Rp 5.000.000.000.
Selain itu, penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi.
Seperti yang sudah banyak diketahui, pajak adalah hal yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.
Pajak merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh warga negara untuk kepentingan umum, dengan sifat yang memaksa.
Meskipun manfaat membayar pajak tidak selalu dapat dirasakan secara langsung, pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan kelangsungan bernegara.
Pada dasarnya, pajak adalah bagian dari hak dan kewajiban setiap warga negara di Indonesia. Ada berbagai jenis pajak yang dikenakan, seperti pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bea materai (BM), dan pajak bumi dan bangunan (PBB).
Kali ini, saya akan membahas lebih lanjut tentang PPh atau pajak penghasilan. PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.
Penghasilan tersebut bisa berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain-lain.
Beberapa jenis PPh yang ada di Indonesia antara lain PPh Pasal 15, PPh Pasal 19, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 29, dan PPh Final Pasal 4 Ayat 2.
Pajak penghasilan di Indonesia awalnya diterapkan pada perusahaan perkebunan yang banyak didirikan di Indonesia, dengan menggunakan pajak perseroan (PPs).
Pajak perseroan adalah pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan, yang diberlakukan pertama kali pada tahun 1925.
Seiring waktu, pajak tidak hanya dikenakan pada perusahaan, tetapi juga mulai diterapkan pada perorangan atau karyawan yang bekerja di perusahaan.
Pada tahun 1932, diberlakukan Ordonansi Pajak Pendapatan yang dikenakan kepada orang Indonesia maupun orang asing yang memiliki pendapatan di Indonesia.
Tiga tahun kemudian, pada tahun 1935, diberlakukan Ordonansi Pajak Upah yang mewajibkan majikan untuk memotong gaji atau upah pegawai guna membayar pajak atas penghasilan yang diterima.
Dasar pengenaan pajak (DPP) adalah dasar yang digunakan untuk menghitung penghasilan kena pajak (PKP) yang diterima oleh Wajib Pajak.
DPP dan pemotongan PPh Pasal 21 berlaku untuk pegawai tetap, penerima pensiun berkala, pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar bulanan, serta bukan pegawai yang memiliki NPWP.
Tarif PPh Pasal 21 dipotong dari penghasilan kena pajak yang dibulatkan ke bawah dalam ribuan penuh. Tarif PPh bersifat progresif, yang berarti semakin tinggi penghasilan yang diterima, semakin tinggi pula tarif yang dikenakan.
Penyetoran pajak penghasilan harus dilakukan paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sedangkan pembayaran pajak dilakukan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Kini, pembayaran pajak tidak hanya dapat dilakukan secara langsung, tetapi juga dapat dilakukan secara online. Pembayaran pajak secara online mempermudah Wajib Pajak karena tidak perlu antre atau menunggu lama.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subjek pajak adalah sebagai berikut:
- Subjek pajak pribadi, yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia, dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
- Subjek pajak harta warisan belum dibagi, yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
- Subjek pajak badan, yakni badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
- Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
- Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
- Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
- Bentuk usaha tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.
Setelah mengetahui siapa saja yang menjadi subjek Pajak Penghasilan, kita juga perlu memahami siapa saja yang termasuk dalam kriteria bukan subjek pajak. Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2000, berikut adalah subjek pajak:
- Badan Perwakilan Negara Asing.
- Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia (WNI) dan negara yang bersangkutan memberikan perlakukan timbal balik.
- Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tesebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
- Pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP)
Secara umum, wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan dibedakan berdasarkan subjek pajak dan objek pajaknya. Wajib pajak orang pribadi terbagi menjadi dua kategori, yaitu wajib pajak subjek dalam negeri dan wajib pajak subjek luar negeri.
Wajib pajak orang pribadi melaporkan penghasilannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.